Mengubah paradigma pendidikan materialistis kepada pengajaran keruhanian dan akhlak
Paradigma pendidikan materalistis yang dominan sekarang ini hanya mempromosikan daya rasional saintifik dan keterampilan praktis belaka. Akibatnya, anak-anak kita tidak menghargai serta tidak memiliki pengetahuan tentang realitas yang lebih tinggi, yaitu realitas malakut dan ruhani tersebut diatas dan cara mencapai pengetahuan tentang keduanya. Dalam konteks materialistis seperti ini pengetahuan hanya dianggap bernilai untuk mengumpulkan berbagai pencapaian duniawi seperti kekayaan sebanyak-banyaknya, kekuasaan sebesar-besarnya, popularitas setinggi-tingginya dan sebagainya tanpa peduli pada standar-standar keruhanian dan akhlak, yang berdasarkan pada nilai-nilai kasih sayang (rahmah). Terkadang kita sering merasa telah mendidik anak-anak kita dengan keimanan dan kecintaan kepada Allah Swt., tetapi kenyataannya kita merasa ragu apakah, misalnya, mereka benar-benar beriman dan cinta kepada Allah dan bukannya cenderung menuhankan harta, kekuasaan, dan sebagainya? Apakah masih tersisa dalam diri mereka semangat kasih-sayang, amal shaleh dan pengorbanan, yang sesungguhnya menjadi inti ketakwaan dan sekaligus sumber makna hidup bagi mereka? Akhirnya kita dapati masyarakat kita , termasuk anak-anak kita, diterpa gejala-gejala kehampaan hidup, kemerosotan akhlak, perusakan lingkungan hidup, vandalisme, kebencian, premanisme, dan sikap nafs-nafsi, serta berbagai gejala dehumanisasi yang amat memprihatinkan. "maka dengan itu hendaknya pengajaran keruhanian dan akhlak dalam konteks ini mestilah tak berhenti pada sekadar rutinitas peribadahan dan pengajaran akhlak yang bersifat kognitif belaka, melainkan berdasarkan pada pemahaman makna batiniah dari ajaran-ajaran agama dan akhlak".